Rabu, 16 September 2009

GALODO PASIR LAWAS

Padang, 7/4 (ANTARA)-Sebelum musibah banjir bandang (galodo) terjadi di Pasir Lawas, Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat seorang kakek, berjenggot panjang dan berpakaian putih sudah memberitahu bahwa Nagari di lereng Gunung Merapi itu akan mendapat musibah.
Cerita berbau magis beberapa bulan sebelum kejadian itu diceritakan oleh penerima pesan, seorang warga bernama Sirin kepada sanak keluarga,kerabat dan kaum sekampungnya di Jorong Ampang, Kenagarian Pasir Lawas.
Akan tetapi peringatan dari kakek berjenggot itu ketika disampaikan Sirin tidak ditanggapi serius oleh masyarakat bahkan mereka mencuekin dan menganggap informasi bagai angin lalu saja sampai beberapa lama. Setelah bencana galodo benar-benar terjadi pada pagi hari tanggal 30 Maret 2009 masyarakat lalu teringat dengan apa yang diceritakan Sirin itu dengan nada menyesal, kata Elda, warga Jorong Atas Bukit yang juga mahasiswa Universitas Negeri Padang.
Informasi Sirin yang semula dianggap cerita bohong akhirnya memperoleh kebenaran dan justru menjadi percakapan luas warga nagari setempat di tengah suasana pengungsian warga Jorong Lurah ke Jorong Atas Bukit dan kawasan lain di sekitar Nagari pasir Lawas tersebut. Seakan lanjutan dari kisah bernuansa ghaib itu seorang warga lain yang bernama Isa terbangun tengah malam karena mendengar suara dari luar rumah yang mengatakan, “mengapa kalian masih tidur juga”.
Putra almarhum M.Yusuf yang terkenal di nagari itu heran dan tertanya-tanya, suara siapa itu, tetapi kemudian ia tidak peduli dan kembali merebahkan badannya, namun beberapa saat kemudian suara dengan kata “mengapa kalian masih tidur juga” kembali terdengar.
Isa yang berada di warungnya di Pasar (Balai Selasa), bersama isterinya mengemasi barang-barang pribadi dan dagangannya lalu mengungsi ke rumah mereka yang masih di Nagari Pasir Lawas.
Setelah meninggalkan lokasi yang kemudian rata dengan tanah, setelah dihantam galodo itu, Isa teringat, sejumlah uangnya masih tertinggal di warung dan langsung bergerak untuk mengambilnya, akan tetapi fakta berkata lain pada pagi hari 30 Maret 2009 itu galodo datang, dan akhirnya ia memilih menyelamatkan diri.
Musibah yang sama juga dialami nagari lain, seperti Supayang, Sungai Tarab dan Rao-Rao. Akibat galodo itu ratusan warga mengungsi, kendati rumah mereka tidak jadi sasaran amukan air, batu, lumpur dan batang-batang kayu yang dibawa air bah dari lereng Merapi.
Warga sebagaian besar masih trauma karena sekitar 30 tahun lalu galodo juga menghantam perkampungan mereka dan puluhan sanak saudaranya korban, rumah rusak dan tidak berbekas, harta benda ludes serta ternak hilang, sawah dan kolam ikan ditimbuni batu-batu besar.
Galodo itu di sisi lain justru semakin mempopulerkan nama Pasir Lawas di kalangan warga Minangkabau, baik yang tinggal di kampung halaman maupun perantauan, ketika memprkenalkan diri warga Pasir Lawas lawan bicara selalu mempertegas dengan kata-kata Pasir Lawas yang kena galodo dulu.
Tulisan Pasir Lawas itu sendiri kemudian entah berdasar pertimbangan apa, setelah galodo tahun 1979 (1978) itu berobah menjadi Pasie Laweh padahal semua data administrasi terutama tentang tempat kelahiran warga, seperti di ijazah anak nagari sudah sempat tertulis Pasir Lawas.
Nagari yang kini berpenduduk ribuan jiwa itu secara geografis berada antara 700 dan 900 meter lebih diatas permukaan laut dengan sumber pendapatan warganya sebahagian besar dari usaha tani, seperti berkebun kayu manis, kopi, cengkeh dan usaha palawija, cabe yang dipasarkan ke Balai Sungai Tarab, Pasar Batusangkar, Rao-Rao, Salimpauang dan Sumanik.
Posisi geografis Pasie Laweh itu tidak jauh beda dengan Nagari-Nagariselingkar Gunung Merapi lainnya, seperti Sungai Jambu, Koto Tuo, Rao-Rao, Salimpaung dan banyak lagi yang merupakan bagian dari simpul-simpul pusat adat dan budaya Minangkabau yang luar biasa itu.
Pasie Laweh sendiri juga punya Pasar dengan hari balai (hari pekan) pada hari Selasa dan bangunan Balai Selasa itu juga dihanyutkan galodo 30 tahun lalu, tetapi dalam beberapa tahun terakhir Pemerintah Kabupaten Tanah Datar di bawah kepemimpinan Ir.M.Shaddiq Pasadigue, putra seorang ulama besar, membangun dan mengaktifikan kembali aktifitas ekonomi rakyat melalui Balai tersebut.
Sejak tahun 60-an, selain Balai itu, Pasie Laweh sudah memiliki banyak fasilitas umum dan pusat kegiatan anak nagari, karena di nagari itu sudah ada Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) dengan seorang bidan, seperti Puskesmasnya sekarang dan kelompok budaya anak nagari dengan Group Randai “Magek Manandin”.
Nagari dengan empat suku utama, Gugun, Chaniago, Mandailing dan Piliang ini juga memiliki ulama-ulama terkenal dan pemuka adat terkemuka dan berwibawa, seperti H.ZA.Chatib Sampono, Syamsudin Chatib Basa, Ibrahim Datuk Simarajo, Abdul Muluk atau Pakieh Janik, Addul Wahab alias Angku Gadang, Ahmad Wahab serta tokoh pendidik M.Saleh, Abu Bakar, M.Ini Datuk Paduko Sirajo dan Abdullah serta banyak lagi yang lain.
Seorang putra Pasie Lawah yang juga mantan Kepala Dinas P dan K Padang, Drs.H.Ramayulis dalam sebuah tulisannya menyatakan bahwa di era mereka dulu (60-an) di Pasie Laweh juga sudah ada Perwakilan Muhammadiyah, Perpustakaan Nagari, Buletin Nagari (suratkabar) serta Sekolah Taman Kanak-Kanak, selain Sekolah Dasar, Kesatuan Pemuda dan Pelajar (KPP), pada saat mana nagari lain belum memilikinya.
Selama dan setelah era Orde Baru berbagai sarana pendidikan, fasilitas umum dan aktifitas anak nagari terus berkembang ditandai dengan adanya tiga TK, empat SD, dua SLTP dan sebuah SMA serta perkumpulan olahraga Bola Voli, kelompok kesenian (tari dan musik) dan banyak lagi yang lain sehingga warga nagari tetangga banyak yang belajar dan tinggal di Pasie Laweh.
Terkait dengan itu semua jangan heran warga nagari itu banyak pula yang menjadi guru, mulai dari guru kecil (TK) sampai Guru Besar bergelar profesor,doktor, menjadi PNS dan lainnya, baik yang tetap “membolo” kampung maupun yang hidup di rantau.
Selain itu warga yang dulunya anti berminantu atau bersumandoorang luar nagari itu sekarang justru sebaliknya hampir semua suku di Tanah Air sudah ada yang menjadi minantu maupun sumando orang Pasie Laweh. Anak negeri galodo itu memang merantau hampir di semua kota besar di Tanah Air.
Namun demikian, Ramayulis dalam tulisannya menyimpulkan bahwa Pasie Laweh dulu maju dan kuat secara berkelompok, tetapi sekarang maju dan hebat secara perorangan atau individu.
Kondisi itu mungkin disebabkan karena belum lahirnya pemimpin, ulama dan pemuka adat yang berwibawa dan disegani anak nagari, pengganti pemimpin yang sudah meninggal dunia, sehingga warga bagaikan “anak ayam kehilangan induk”.
Sebagai contoh kuatnya rasa kebersamaan, senasib sepenanggungan dan kekompakan itu adalah ketika pemerintah hendak mendirikan sebuah SLTP (Sekolah Teknik) di Kecamatan Sungai Tarab maka pemuka Pasie Laweh ketika itu dimotori H.ZA.Chatib Sampono maju dan menyatakan Warga Pasie Laweh siap menyediakan tanah dan membangun gedung ST itu secara swadaya.
Gedung itu yang tetap berdiri sampai sekarang rampung dalam waktu 90 hari, seolah ada kekuatan ghaib lain yang membantu tenaga masyarakat yangkini sedang dirundung musibah tersebut. Luar biasa
http://www.antarasumut.com


aNdHi

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright @ 2013 aNdHi Rao-Rao.