Indonesia diusulkan untuk kembali masuk dalam 'DAFTAR HITAM' Amerika Serikat terkait Hak atas Kekayaan Intelektual. Namun kali ini, pemerintah diminta untuk lebih tegas. Permintaan itu disampaikan oleh Asosiasi Open Source Indonesia (AOSI), sebuah organisasi yang terdiri atas penggiat gerakan piranti lunak Open Source di Indonesia. Permintaan itu muncul sebab Indonesia menjadi salah satu negara yang diajukan oleh International Intellectual Property Association (IIPA) untuk masuk dalam 'daftar hitam' United States Trade Representative (USTR).
"AOSI menghimbau agar Pemerintah dapat secara tegas menetapkan posisinya terhadap tindakan IIPA tersebut, mengingat bila Indonesia dimasukkan ke dalam Special 301 Watch List, dampaknya dapat berlaku pada bidang perdagangan secara umum.
AOSI tidak menjelaskan, posisi tegas apa yang harus diambil oleh pemerintah. Sejak 2009, Indonesia kembali masuk dalam Priority Watch List yang dikeluarkan USTR. Masuknya kembali Indonesia terjadi setelah sempat keluar sejak 2006.
Dengan semangat tidak sekadar protes, pernyataan AOSI pun menyebutkan dukungannya pada upaya pemerintah di bidang teknologi informasi. "AOSI mendukung Pemerintah Indonesia untuk terus mendorong anak bangsa dalam melakukan inovasi dan kreasi dalam bidang TIK, untuk membentuk kemandirian, membantu tumbuhnya perekonomian dan kelancaran jalannya pemerintahan yang bersih serta ikut serta dalam membangun kesejahteraan bangsa," sebut pernyataan itu.
Hal yang cukup menggelitik rasa kebangsaan dari pengajuan Indonesia ke 'DAFTAR HITAM' tersebut adalah permintaan pembatalan kebijakan pemerintah Indonesia. Sangat mengherankan ketika sebuah asosiasi internasional seperti IIPA mengajukan ke pemerintah AS untuk membatalkan sebuah surat edaran dari Pemerintah Indonesia.